Anugerah Terindah Milik Kita

Author: Abu Aufa

Ringkih dan renta karena ditelan usia, namun tampak
tegar dan bahagia. Ikhlas, memancarkan selaksa cinta
penuh makna yang membias dari guratan keriput di
wajah. Tiada yang berubah sejak saat dalam buaian,
hingga sekarang mahkota putih tampak anggun
menghiasinya. Dekapannya pun tak berubah, luruh
memberikan kenyamanan dan kehangatan.

Jemari itu memang tak lagi lentik, namun selalu fasih
menyulam kata pinta, membaluri sekujur tubuh dengan
do'a-do'a. Kaki tampak payah, tak mampu menopang
tubuhnya. Telapak tempat surga itu pun penuh bekas
darah bernanah, simbol perjuangan menapak sulitnya
kehidupan.

Ibunda...
Adakah saat ini kita terenyuh mengenangkannya? Ia
adalah sebuah anugerah terindah yang dimiliki setiap
manusia. Sejak dalam rahim, betapa cinta itu tak
putus-putusnya mengalirkan kasih yang tak bertepi.
Hingga kerelaan, keikhlasan dan kesabaran selama 9
bulan pun bagai menuai pahala seorang prajurit yang
sedang berpuasa, namun tetap berperang di jalan Allah
Subhanahu wa Ta'ala.

Polesannya adalah warna dasar pada diri kita.
Menggores sebuah kanvas putih nan suci, hingga
tercipta lukisan Yahudi, Musyrik atau Nasrani. Namun,
goresan yang diselimuti untaian ayat suci Al Qur'an,
zikir, tasbih serta tahmid, tentu akan melahirkan
syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) pada jiwa.
Ibunda pun berharap tercipta jundullah (tentara Allah)
dari sebuah madrasah keluarga.

Selaksa cinta ibunda yang dibaluri tsaqofah Islamiyah
(wawasan keislaman) telah menyemai banyak pahlawan
Islam. Teladan Asma' binti Abu Bakar Ash-Shidiq
melahirkan pahlawan Abdullah bin Zubair, yang dengan
cintanya masih berdoa agar dirinya tidak mati sebelum
mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin Yusuf,
antek Bani Umaiyah. Polesan warna seorang ibunda, Al
Khansa, melahirkan putra-putra kebanggaan Islam yang
berani dan luhur akhlaqnya, hingga satu persatu syahid
pada perang Qodisyiah. Di sela kesedihannya, ibunda
masih berucap, "Alhamdulillah... Allah telah
mengutamakan dan memberikan karunia padaku dengan
kematian anak-anakku sebagai syuhada. Aku berharap
semoga Allah mengumpulkan aku dengan mereka dalam
rahmat-Nya kelak."

Banyak... sungguh teramat banyak cinta ibunda yang
melahirkan kisah-kisah teladan. Yatim seorang anak pun
tidaklah menghalangi ibunda untuk merangkai sejarah
dengan tinta emas, terbukti dengan mekar harumnya para
mujtahid Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Ahmad
bin Hambal serta Imam Bukhari. Didikan ibunda mereka
telah mampu mendidiknya hingga menjadi anak-anak yang
gemar menuntut ilmu tanpa kenal lelah, bahkan mandiri
dalam kemiskinan.

Kita mungkin dilahirkan dari rahim seorang perempuan
biasa. Bahkan kita pun tidak dilahirkan untuk menjadi
seorang pahlawan. Namun, ibunda kita dan mereka adalah
sama, sebuah anugerah terindah dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala.

Saat dewasa, tapak kaki telah kuat menjejak tanah dan
tangan pun terkepal ke angkasa, masihkah selalu ingat
ibunda? Cita-cita telah tergenggam di tangan,
popularitas, kemewahan hingga dunia pun telah takluk
menyerah kalah, tunduk karena ketekunan, jerih payah
serta kerja keras tiada hentinya. Haruskah sombong dan
angkuh hingga kata-kata menyakitkan begitu gampang
terlontar?

Duhai jiwa, sekiranya engkau sadar bahwa tanpa do'a
ibunda, niscaya semua masih angan-angan belaka.
Astaghfirullah... ampuni diri ini ya Allah.

Duhai ibunda...
Maafkan jika mata ini pernah sinis memandang, dan
lidah yang pernah terucap kata makian hingga membuat
luka hatimu. Maafkanlah pula kalau kesibukan
menghalangi untaian do'a terhatur untukmu. Ampuni diri
ananda yang tak pernah bisa membahagiakanmu, ibunda.

Sungguh, jiwa dan jasad ini ingin terbang ke angkasa
lalu luruh di pangkuan, mendekap tubuh sepuh, serta
menangis di pangkuanmu. Hingga terhapuskan kerinduan
dalam riak anak-anak sungai di ujung mata. Rengkuhlah
ananda dengan belai kasih sayangmu bagai masa kecil
dulu. Mengenangkan indahnya setiap detik dalam rahimmu
dan hangatnya dekapanmu. Buailah dengan do'a-do'a
hingga ananda pun lelap tertidur di sampingmu.

Duhai ibunda...
Keindahan dunia tak akan tergantikan dengan keindahan
dirimu.
Sorak-sorai pesona dunia pun tak dapat menggantikan
gemuruh haru detak jantung saat engkau memelukku.
Indah... semua begitu indah dalam alunan cintamu,
menelisik lembut, membasahi lorong hati dan jiwa yang
rindu kasih sayangmu.

Duhai ibunda...
Bukakanlah pintu ridhomu, hingga Allah pun meridhoiku.

Wallahua'lam bi showab.

*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,

Abu Aufa
(Tanpa sadar menitikkan airmata saat menulis tausyiah ini)

0 comments: