Kasih seorang ayah …………

Suatu malam, di sebuah stasiun radio, sedang berlangsung acara dimana
orang-orang berbagi pengalaman hidup mereka. Perhatian saya yang semula tercurah pada tugas statistik beralih ketika seorang wanita bercerita tentang ayahnya.
Wanita ini adalah anak tunggal dari sebuah keluarga sederhana yang tinggal dipinggiran kota Jakarta. Sejak kecil ia sering dimarahi oleh ayahnya. Di mata sang ayah, tak satupun yang dikerjakan olehnya benar.

Setiap hari ia berusaha keras untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan
keinginan ayahnya, namun tetap saja hanya ketidakpuasan sang ayah yang ia
dapatkan. Pada waktu ia berumur 17 tahun, tak sepatah ucapan selamat pun
yang keluar dari mulut ayahnya. Hal ini membuat wanita itu semakin membenci
ayahnya.
Sosok ayah yang melekat dalam dirinya adalah sosok yang pemarah dan tidak
memperhatikan dirinya. Akhirnya ia memberontak dan tak pernah satu hari
pun ia lewati tanpa bertengkar dengan ayahnya.

Beberapa hari setelah ulang tahun yang ke-17, ayah wanita itu meninggal
dunia akibat penyakit kanker yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun
kecuali pada istrinya. Walaupun merasa sedih dan kehilangan, namun di dalam
diri wanita itu masih tersimpan rasa benci terhadap ayahnya.

Suatu hari ketika membantu ibunya membereskan barang-barang peninggalan
almarhum, ia menemukan sebuah bingkisan yang dibungkus dengan rapi dan di
atasnya tertulis "Untuk Anakku Tersayang".
Dengan hati-hati diambilnya bingkisan tersebut dan mulai membukanya. Di
dalamnya terdapat sebuah jam tangan dan sebuah buku yang telah lama ia
idam-idamkan. Di samping kedua benda itu, terdapat sebuah kartu ucapan berwarna merah muda, warna kesukaannya. Perlahan ia membuka kartu tersebut dan mulai membaca tulisan yang ada di dalamnya, yang ia kenali betul sebagai tulisan tangan ayahnya.

Ya Allah,

SubhanAllah,Terima kasih karena Engkau mempercayai diriku yang rendah ini
Untuk memperoleh karunia terbesar dalam hidupku

Kumohon Ya Allah,
Jadikan buah kasih hambaMu ini

Orang yang berarti bagi sesamanya dan bagiMu
Jangan kau berikan jalan yang lurus dan luas membentang
Berikan pula jalan yang penuh liku dan duri
Agar ia dapat meresapi kehidupan dengan seutuhnya

Sekali lagi kumohon Ya Allah,
Sertailah anakku dalam setiap langkah yang ia tempuh
Jadikan ia sesuai dengan kehendakMu

Selamat ulang tahun anakku
Doa ayah selalu menyertaimu
"Dari Ayah yang Selalu Menyayangimu, sayang"
Meledaklah tangis sang anak usai membaca tulisan yang terdapat dalam kartu
tersebut. Ibunya menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. Dalam
pelukan ibunya, ia menceritakan semua tentang bingkisan dan tulisan yang terdapat dalam kartu ulang tahunnya. Ibu wanita itu akhirnya menceritakan bahwa ayahnya memang sengaja merahasiakan penyakitnya dan mendidik anaknya dengan keras agar sang anak menjadi wanita yang kuat, tegar dan tidak terlalu kehilangan sosok ayahnya
ketika ajal menjemput akibat penyakit yang diderita........

Pada akhir acara, wanita itu mengingatkan para pemirsa agar tidak selalu
melihat apa yang kita lihat dengan kedua mata kita. Lihatlah juga segala sesuatu dengan mata hati kita. Apa yang kita lihat dengan kedua mata kita terkadang tidak sepenuhnya seperti apa yang sebenarnya terjadi.

"Kasih seorang ayah, seorang ibu, saudara-saudara, orang-orang di sekitar
kita, dan terutama kasih Allah dilimpahkan pada kita dengan berbagai cara.
Sekarang tinggal bagaimana kita menerima, menyerap, mengartikan dan membalas KASIH YANG SEBENARNYA..............." kata wanita tersebut menutup acara pada malam hari itu.

***
Sampai Sekarang Saya punya keingingan yg belum tersampaikan, yaitu Memeluk Erat serta mencium Kening Ayah saya. Dalam Munajad malam hari, sering kali jatuh air mata saya tuk sebuah penyesalan KeEgoisan saya yg tinggi, dan kelemahan hati sehingga tidak sanggup tuk melakukan hal itu. Saya Akan melakukan Apa saja, hanya untuk mendapatkan kesempatan SATU KALI untuk Memeluk Erat, Mencium Kening dan Bersimpuh Kepada Beliau, Sang Ayah. Kalo diijinkan, saya ingin mengingatkan bila anda masih mempunyai Ayah, Cobalah Sekali Waktu untuk memeluknya sepenuh
hati dan mencium keningnya sepenuh jiwa... sebelum ada penyesalan

Bunga Untuk Ibu

Ibu pernah memintaku membersihkan lantai sesaat setelah aku menumpahkan bubur saat sarapan pagi. Tapi, bukan sapu atau kain lap pel yang kuambil ke belakang, karena aku malah berlari keluar melalaui pintu belakang untuk menyusul teman-teman bermain. Hal yang hampir sama juga kulakukan, saat ibu berharap aku menyapu halaman bekas aku dan teman-teman bermain dan mengotori halaman dengan sobekan kertas. Meski beberapa teman melirikkan matanya agar aku segera menuruti ibu, tapi yang kulakukan justru tak menggubris perintahnya dan selekas mungkin mengajak teman-teman bermain di tempat lain.
Pernah satu kali, ibu memanggilku saat aku belajar. Dengan alasan "sedang belajar" aku tak mengindahkan panggilannya, meski entah sudah hitungan keberapa namaku disebutnya. Dan jika, dalam kondisi tak sabar setelah berkali-kali aku tak juga menyahut, ibu menghampiri ke kamarku, segera aku berpura-pura tertidur dengan buku yang masih dalam dekapan. Itu kulakukan, karena aku malas keluar rumah untuk membelikan barang belanjaan ibu di warung depan gang yang hanya berjarak tidak lebih 20 meter.
Diwaktu lain, ibu berpesan agar aku segera pulang setelah pulang sekolah. Namun seperti biasa, aku selalu mampir ke tempat-tempat biasa aku bermain, dan mengatakan kepada ibu bahwa terlalu banyak aktifitas di sekolah yang harus aku ikuti, demi memperkaya pengalaman dan ketrampilan. Sesekali, aku juga mengelabui ibu dengan tuntutan uang ini-itu dari sekolah yang wajib dibayar selain uang SPP. Kupikir, mungkin ibuku bodoh sehingga selalu mempercayai setiap permintaan uang tersebut yang sesungguhnya selalu kugunakan untuk mentraktir teman-temanku, sekedar untuk menunjukkan kelas sosial dan 'sogokan' agar aku bisa diterima oleh teman-teman. Meski setelah itu kuketahui, bahwa tidak jarang ibu berhutang untuk menutupi semua 'biaya' itu berharap agar aku bisa menjadi anak yang cerdas, trampil dan bisa diandalkan, aku masih tetap tak menyesal.
Disuatu hari minggu, saat aku tak sekolah, dan tak ada kegiatan apapun diluar rumah. Ibu memintaku mengantarkannya ke pasar karena hari itu akan ada acara keluarga di rumah, yang karena itu ibu harus belanja lebih banyak dari biasanya. Segera otakku berputar mencari-cari alasan agar aku bisa "bebas" dari tanggungjawab itu. Akhirnya, kuberbohong kepada ibu dengan mengatakan bahwa di sekolah ada kegiatan ekstrakurikuler yang "wajib" diikuti oleh semua siswa. Niat berangkat ke sekolah, aku justru nongkrong di Mall, bertemu dengan teman-teman sepermainanku yang -bisa jadi- kebanyakan juga lari dari tanggungjawab membantu orang tua di hari libur.
Kemarin, ibu berharap aku mau membantunya melakukan beberapa pekerjaan rumah yang lumayan berat karena ibu saat itu tak sanggup melakukan semuanya. Ibuku tengah sakit. Tapi aku malah tak mempedulikannya, karena kupikir tak semestinya aku melakukan semua tugas rumah tangga itu. Akhirnya, dalam keadaan sakit, dengan nafas yang tersengal, ibu sendiri yang mengerjakannya, sementara aku tetap asik dengan urusan dan mainanku.
Hari ini, ada sekuntum bunga persembahan dariku yang pasti tak ada harganya dari semua pengorbanan ibu. Tak membalas semua cintanya, tak membayar jerihnya, tak menghilangkan semua luka dan kecewanya, tak meringankan bebannya, tak menghentikan tangisnya, tak membasuh setitikpun peluhnya, bahkan tak menyembuhkan sakitnya, apalagi mengembalikan ibu kepadaku. Karena ibu, yang penuh cinta dan kasih terhadap anaknya ini, kini terbujur lurus dihadapanku. Kupikir, karena aku tak mencintainya dengan segala perilaku burukku terhadap ibu, Allah lebih mencintainya dan mengambilnya dariku. Maafkan aku ibu. Kuharap ibu tahu, bunga cintaku tak pernah luruh. Wallahu 'a'lam bishshowaab
(Bayu Gautama, Untuk seorang sahabat, kuyakin ia melihatmu menangis)

Bu, Suaramu adalah Cinta

Hanya ingin..kunyanyikan
senandung dari hatiku untuk Mama
Hanya sebuah lagu sederhana
Lagu cintaku, untuk Mama
Lagu anak-anak, kenny

Kemarin, bertemu ibu lagi. Duh senangnya bisa memandang wajah syahdu itu. Alangkah bahagia tak terkira menuntaskan kerinduan menikmati binar matanya. Ia merengkuh saya, hangat dan erat. Salam yang saya sampaikan ketika membuka pintu, tak berjawab. Ibu hanya mengangguk dengan senyuman mengembang karena senang.
“Ibu, apa kabar???” kalimat pertama yang selalu saya singgahkan kepadanya setiap kali pulang. Ibu tak juga bersuara, ia malah sibuk meneliti tas saya, adakah bacaan yang saya bawa untuknya. Majalah tarbawi baru, segera saja beralih ke tangannya. Sejenak ia ke mushola, mengambil kacamata dari atas Al-qur’an yang tengah terbuka. Ia kembali ke samping saya dan kemudian tenggelam dalam samudera aksara. Setengah termenung, saya memandangnya. Dih Ibu, emang enak dicuekin.
Saya faham, mengapa Ibu menjadi pendiam dan tak banyak bersuara. Rupanya batuk yang diderita selama beberapa hari ini, merampas suaranya untuk bertutur. Saya sampai tak tega mendengar parau tak terdengarnya ketika ia meminta saya menjadi imam shalat maghrib dan isya. Seraknya yang parah terdengar seperti desis aneh, mungkin Ibu juga tak suka mendengarnya. Makanya ia memilih memberi kode menangkupkan kedua tangan dan menempelkannya di pipi kiri sebagai isyarat hendak menjumpai peraduan.
Akhirnya dua hari bersamanya, saya tak dapat mengobrol dengannya, kecuali satu arah. Ibu sungguh-sungguh diam.
Selalu ada yang berubah ketika pulang dan menjumpainya. Ibu tak sebugar dulu, tentu saja karena ia dilahap renta usia. Tangannya sekarang gemetar untuk saat-saat tertentu. Tubuhnya kian kerontang karena nafsu makan yang seringkali menurun. Lingkaran-lingkaran putih itu terlihat jelas di manik kedua matanya yang katanya sulit terpejam ketika malam menjelang. Belum lagi kerut merut yang mengukir wajah ayunya. Jika berjalan, langkahnya tak seperkasa dulu, hingga saya harus berlari-lari mensejajarinya. Dan sekarang, saya mendapatinya tanpa suara. Rabbi.. Engkau sebaik-baik pemberi kesehatan.
Suara Ibu bagus. Ia bercerita, ketika saya sudah mampu berbicara, ia paling suka mengajari saya menyanyi. Ia mengajak saya bergembira dengan menyanyi. Ia menyemangati saya juga lewat alunan suara merdunya. Waktu duduk di bangku SD kelas satu, saya terkena liver hingga sebulan tidak masuk kelas, rapor saya jeblok. Di teras depan rumah, ketika melihat saya bersedih, suaranya begitu dekat di telinga. Ia merengkuh saya dan bernyanyi:
Jangan putus asa
Itulah semboyan kita
Maju terus maju
Jangan goncang atau bimbang
Kukuhkan hatimu, capailah niatmu
Kerahkan semua tenaga
Jangan goncang atau bimbang
Saya tidak akan pernah lupa senandung-senandung itu, berharap bisa meneruskannya untuk anak-anak saya kelak. Ada lagu yang paling saya suka :
Jika aku sudah besar nanti
Ku pergi dengan ibu
Ibu boleh pilih sendiri, kemana yang dituju
Jika Ibu pilih Jogya, Bandung dan Semarang
Aku yang beli karcisnya
Karcis kapal terbang
Tak sengaja pada waktu berkumpul setelah lebaran idul fitri kemarin, saya mengajak teteh-teteh dan Ibu ‘konser’ bersama. Hampir bersepuluh kami menyanyi, mendendangkan sebuah lagu yang menjadi favorit kami sewaktu masih kecil dulu. Denting dawai gitar yang saya petik menambah kesan ‘indah’ itu :
Di matamu mama ada bintang
Gemerlapan bila ku pandang
Di matamu mama ada kasih sayang
Yang selalu bersinar tak pernah pudar
Di matamu mama ada kasih sayang
Yang selalu bersinar terang
Entah mengapa, Ibu tak ikut menyanyi. Ia malah sibuk memperhatikan kami satu persatu dan berkata hampir tak terdengar “Ehm, jangan bikin Ibu sedih atuh”.
Ah Ibu, rindu kudengar senandung cinta itu lagi. Suaramu adalah cinta, karena setiap tuturmu selalu saja bermakna. Seingat saya, ia tidak pernah marah dengan kata-kata yang kasar terhadap anak-anaknya, sejengkel apapun perasaanya. Suaranya paling terdengar tajam. Suatu saat Ibu memperingatkan kakak saya yang telah memarahi anaknya tanpa ampun. “Geulis, kata-kata seorang ibu adalah bertuah, berhati-hatilah. Ucapan seorang ibu adalah doa, jadi ucapkanlah yang baik-baik”.
Ah, Ibu, sungguh tidak nyaman ketika suaramu tak terdengar memenuhi udara, meski sosokmu begitu dekat. Bu, saya tak bisa menikmati dengan sempurna keindahan kebersamaan kemarin, meski tak berkurang eratnya rengkuhanmu, meski engkau masih melabuhkan tanganmu untuk membangunkan diri yang ditelan lelap. Sungguh, saya merasa sendiri kemarin meski kehadiranmu nyata, karena mungkin sapamu terbatas, kata-kata bijak itu tak lagi ada dan kau tak lagi bercerita tentang apapun.
Ah, bu, setelah sembuh, saya pasti mendengar lagi suara itu, sapamu, tuturmu, kata-kata bijakmu bahkan mungkin senandung cinta ketika kita ‘konser’ bersama.
Ah, bu segalanya tentangmu adalah cinta, meski itu hanya suara.
Dan saya tak bisa membayangkan, jika suara mu menghilang untuk seterusnya, karena sebuah takdir yang pasti kedatangannya.
Allahu Rabbii, anugerahkan untuk ummi kesehatan yang barakah.

Anugerah Terindah Milik Kita

Author: Abu Aufa

Ringkih dan renta karena ditelan usia, namun tampak
tegar dan bahagia. Ikhlas, memancarkan selaksa cinta
penuh makna yang membias dari guratan keriput di
wajah. Tiada yang berubah sejak saat dalam buaian,
hingga sekarang mahkota putih tampak anggun
menghiasinya. Dekapannya pun tak berubah, luruh
memberikan kenyamanan dan kehangatan.

Jemari itu memang tak lagi lentik, namun selalu fasih
menyulam kata pinta, membaluri sekujur tubuh dengan
do'a-do'a. Kaki tampak payah, tak mampu menopang
tubuhnya. Telapak tempat surga itu pun penuh bekas
darah bernanah, simbol perjuangan menapak sulitnya
kehidupan.

Ibunda...
Adakah saat ini kita terenyuh mengenangkannya? Ia
adalah sebuah anugerah terindah yang dimiliki setiap
manusia. Sejak dalam rahim, betapa cinta itu tak
putus-putusnya mengalirkan kasih yang tak bertepi.
Hingga kerelaan, keikhlasan dan kesabaran selama 9
bulan pun bagai menuai pahala seorang prajurit yang
sedang berpuasa, namun tetap berperang di jalan Allah
Subhanahu wa Ta'ala.

Polesannya adalah warna dasar pada diri kita.
Menggores sebuah kanvas putih nan suci, hingga
tercipta lukisan Yahudi, Musyrik atau Nasrani. Namun,
goresan yang diselimuti untaian ayat suci Al Qur'an,
zikir, tasbih serta tahmid, tentu akan melahirkan
syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) pada jiwa.
Ibunda pun berharap tercipta jundullah (tentara Allah)
dari sebuah madrasah keluarga.

Selaksa cinta ibunda yang dibaluri tsaqofah Islamiyah
(wawasan keislaman) telah menyemai banyak pahlawan
Islam. Teladan Asma' binti Abu Bakar Ash-Shidiq
melahirkan pahlawan Abdullah bin Zubair, yang dengan
cintanya masih berdoa agar dirinya tidak mati sebelum
mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin Yusuf,
antek Bani Umaiyah. Polesan warna seorang ibunda, Al
Khansa, melahirkan putra-putra kebanggaan Islam yang
berani dan luhur akhlaqnya, hingga satu persatu syahid
pada perang Qodisyiah. Di sela kesedihannya, ibunda
masih berucap, "Alhamdulillah... Allah telah
mengutamakan dan memberikan karunia padaku dengan
kematian anak-anakku sebagai syuhada. Aku berharap
semoga Allah mengumpulkan aku dengan mereka dalam
rahmat-Nya kelak."

Banyak... sungguh teramat banyak cinta ibunda yang
melahirkan kisah-kisah teladan. Yatim seorang anak pun
tidaklah menghalangi ibunda untuk merangkai sejarah
dengan tinta emas, terbukti dengan mekar harumnya para
mujtahid Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Ahmad
bin Hambal serta Imam Bukhari. Didikan ibunda mereka
telah mampu mendidiknya hingga menjadi anak-anak yang
gemar menuntut ilmu tanpa kenal lelah, bahkan mandiri
dalam kemiskinan.

Kita mungkin dilahirkan dari rahim seorang perempuan
biasa. Bahkan kita pun tidak dilahirkan untuk menjadi
seorang pahlawan. Namun, ibunda kita dan mereka adalah
sama, sebuah anugerah terindah dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala.

Saat dewasa, tapak kaki telah kuat menjejak tanah dan
tangan pun terkepal ke angkasa, masihkah selalu ingat
ibunda? Cita-cita telah tergenggam di tangan,
popularitas, kemewahan hingga dunia pun telah takluk
menyerah kalah, tunduk karena ketekunan, jerih payah
serta kerja keras tiada hentinya. Haruskah sombong dan
angkuh hingga kata-kata menyakitkan begitu gampang
terlontar?

Duhai jiwa, sekiranya engkau sadar bahwa tanpa do'a
ibunda, niscaya semua masih angan-angan belaka.
Astaghfirullah... ampuni diri ini ya Allah.

Duhai ibunda...
Maafkan jika mata ini pernah sinis memandang, dan
lidah yang pernah terucap kata makian hingga membuat
luka hatimu. Maafkanlah pula kalau kesibukan
menghalangi untaian do'a terhatur untukmu. Ampuni diri
ananda yang tak pernah bisa membahagiakanmu, ibunda.

Sungguh, jiwa dan jasad ini ingin terbang ke angkasa
lalu luruh di pangkuan, mendekap tubuh sepuh, serta
menangis di pangkuanmu. Hingga terhapuskan kerinduan
dalam riak anak-anak sungai di ujung mata. Rengkuhlah
ananda dengan belai kasih sayangmu bagai masa kecil
dulu. Mengenangkan indahnya setiap detik dalam rahimmu
dan hangatnya dekapanmu. Buailah dengan do'a-do'a
hingga ananda pun lelap tertidur di sampingmu.

Duhai ibunda...
Keindahan dunia tak akan tergantikan dengan keindahan
dirimu.
Sorak-sorai pesona dunia pun tak dapat menggantikan
gemuruh haru detak jantung saat engkau memelukku.
Indah... semua begitu indah dalam alunan cintamu,
menelisik lembut, membasahi lorong hati dan jiwa yang
rindu kasih sayangmu.

Duhai ibunda...
Bukakanlah pintu ridhomu, hingga Allah pun meridhoiku.

Wallahua'lam bi showab.

*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,

Abu Aufa
(Tanpa sadar menitikkan airmata saat menulis tausyiah ini)

Dia Ingin Menyaksikan Kebahagiaan itu

Oleh Indah Prihanande


Ungkapan apa lagi yang harus saya katakan untuk menggambarkan kehalusan budi hati lelaki ini. Pinjaman yang dinantikannya senilai 10 juta tidak dikabulkan seluruhnya oleh kantornya. Rencananya uang sebesar itu akan digunakan untuk memulai usaha ternak ikan di kampung halamannya. Sudah sangat lama dia memimpikan hal tersebut. Berharap bisa meretas kebaikan agar bisa memberdayakan ekonomi sekitar. Tipenya yang pembelajar secara otodidak, sabar, telaten dan tekun membuat mimpinya terus ada dan kadang meletup-letup agar bisa berbuat kebaikan sesegera mungkin. Namun sayang, pinjaman yang dijanjikan tersebut hanya dicairkan senilai 6,5 juta saja. Jika dihitung-hitung dengan biaya keseluruhan maka tidak akan cukup memadai.

Di samping itu, kini dia tengah menunggu penjualan mesin. Mesin tersebut dikerjakannya dengan menyertakan dua orang temannya. Dia jelas sanggup membereskan pekerjaan itu sendirian, karena dialah yang men-supervisi seluruh tim mekaniknya selama ini. Biar, supaya bisa bagi-bagi rejeki. Kasihan supaya teman yang lain juga bisa menikmatinya. Lagi pula mereka setuju jika dibayar setelah mesin ini terjual. Itulah alasan yang diberikannya ketika secara ekonomis saya menilai lebih enak jika semua dikerjakan sendirian saja. Tidak harus membayar tenaga kerja lagi. Saya bisa memahami maksud yang ada di hati dan benaknya. Hal apa lagi selain dia memang begitu tersentuh akan nasib teman-teman setimnya yang mempunyai gaji hanya cukup untuk biaya makan keluarga sebulan saja.

Mesin rakitan itu belum terjual sampai hari ini. Padahal dia berharap bisa memberikan ongkos kerja sebelum Idul Fitri, agar mereka bisa menikmatinya untuk hari raya kelak. Saya sudah bisa menduga apa yang akan dilakukannya. Ternyata benar! Uang pinjaman yang semula akan digunakan untuk usaha sampingannya, kini sudah dipotong dua juta rupiah untuk pembayaran dua orang rekan kerjanya tersebut. Bayaran yang sungguh sangat besar jika dibandingkan dengan harga normal pada umumnya. “Saya senang, teman saya bahagia menerima uang tersebut. Dan saya merasa ada jalinan kebersamaan yang lebih erat ketika saya menyaksikan kebahagiaannya.” Begitu dia menggambarkan rasa gembiranya di hadapan saya. Dalam detik itu juga, rasa itu menulari hati saya. Menjadikan aliran darah saya begitu hangat merayapi setiap ruas syaraf.

Setelah itu, senilai satu juta rupiah dianggarkannya untuk membiayai kegiatan penerbitan majalah saku Islami yang dikelola oleh sekelompok anak muda kreatif. Dia berharap semoga bisa sedikit membantu ongkos produksi proyek idealis tersebut. Uang satu juta itu kini berpindah ke tangan saya, saya diamanahi agar segera memberikannya kepada yang bersangkutan.

Sungguh, sayapun sangat bersyukur akan apa yang dilakukannya. Dia telah menghipnotis saya kembali dengan segala langkah yang dilakukannya. Membuat saya bertambah kagum dan hormat kepadanya. Adakah yang lebih bernilai selain memiliki suami seperti itu. Menjadi permata yang memancar setiap saat di hati saya. Inilah kebahagiaan yang membuat saya sungguh merasa nyaman dan damai dalam mengarungi rumah tangga ini.

Semoga saja dengan modal sisa yang telah berkurang hampir separuhnya itu bisa menjadi awal dari usaha yang barokah. Moga dengan keterbatasan itu Allah menunjukan langkah yang terbaik akan hal apa yang harus dilakukannya agar cita-citanya tercapai.


jadilah tetap seperti itu.

Beli Aja, Kasihan...

Oleh Adi J. Mustafa
13 Okt 06 08:18 WIB

"'Di... coba lihat, itu yang di depan menawarkan apa...?" Mamah meminta saya untuk memeriksa ketika terdengar seseorang menjajakan sesuatu di depan rumah. Saya pun segera beranjak ke depan, lalu bertanya kepada si bapak di depan, apa yang dijualnya. Setelah itu kembali ke dalam rumah.

"'Mah... Bapak itu menawarkan gula merah."

"Oh, si Bapak yang itu... Beli tiga bungkus," kata Mamah. Mamah sepertinya sudah hapal dengan si bapak penjual itu.

"Mamah, kita kan masih ada gula merah. Kemarin Adi lihat masih ada beberapa bungkus di dapur," ujar saya. Di rumah saya memang memanggil nama diri sendiri ketika bercakap-cakap dengan orang tua.

"Meuli wae, 'Di, deudeuh... Si Bapak keur panas montereng kieu ngider nawar-nawarkeun daganganna. Meureun can aya nu meuli..." Mamah tetap meminta saya membelinya.*)

Akhirnya meskipun saya masih bertanya-tanya dengan cara berpikir Mamah, saya pun ke depan lagi dan membeli tiga bungkus gula seperti Mamah minta. Mamah juga sempat ke depan dan menyapa si bapak penjual gula, sambil menawarkan air untuk minum. Bapak penjual gula berterima kasih, tapi dia memilih segera pergi untuk kembali menjajakan gulanya.

***

Kejadian di atas tertanam kuat pada benak saya. Perlu beberapa lama untuk menyerap dan memahami dorongan kejiwaan apa yang ada di lubuk hati Mamah, untuk membeli barang yang sebetulnya tidak dibutuhkannya. Pembelian yang semata didasarkan pada rasa kasihan kepada penjual itu.

Saya pernah mendengar Mamah di masa anak-anaknya sudah mesti membantu Abah dan Embah (panggilan saya kepada Kakek dan Nenek yang sekarang sudah tiada) dengan berjualan. Barangkali tempaan kehidupan seperti itu termasuk bagian yang membentuk jiwa yang lembut menyayangi orang lain.

Ah... saya jadi malu. Mungkin secara keilmuan saya lebih tahu daripada Mamah tentang arti al-itsar atau mendahulukan orang lain daripada diri sendiri. Satu kondisi puncak seseorang dalam membuktikan persaudaraan dalam keimanan; Barangkali saya lebih tahu juga sifat Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan tak pernah menolak seseorang yang meminta sesuatu kepada beliau. Kalau perlu beliau membantu dengan meminjam dahulu kepada orang lain. Barangkali juga saya lebih hafal ayat "dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran jiwanya, maka merekalah orang-orang yang beruntung" (QS. al-Hasyr:9). Akan tetapi hikmah itu rupanya lebih dahulu dimiliki Mamah. Ah... ternyata rasionalitas yang ada di kepala saya amat tipis perbedaannya dengan sikap tidak ber-empati kepada orang lain.

Dan sekarang saya masih terus mendidik jiwa untuk semakin meresapi indahnya bersikap dermawan. Sikap ini juga yang coba saya bagi kepada isteri dan anak-anak. Atau mungkin malah isteri saya yang lebih dahulu menangkap hikmah ini dan saya belajar darinya.

***

Sebuah keluarga, seorang ayah, ibu dan empat orang anak, mampir di sebuah rumah makan pada perjalanan pulang mudik lebaran. Suasana pulang mudik mudah terlihat dari isi mobil mereka. Berbagai oleh-oleh dari orang tua memenuhi mobil mulai peuyeum ketan, opak sampai sekarung beras yang dipanen dari sepetak kecil sawah orang tua.

Di tengah suasana makan nampak seorang bapak tua menghampiri meja makan mereka. Bapak itu membawa wadah besi ukuran satu liter yang biasa dipakai para penjual beras di pasar. Bapak itu pun menawarkan berasnya untuk dibeli, seraya menyebutkan kualitas berasnya bagus dan tidah mahal pula.

"Beras Cianjur asli, Pak...?" tanya ayah empat orang anak itu setelah menghentikan suapan-suapan makannya.

"Sumuhun, Cep...," jawab si bapak membenarkan.

"Gimana 'Bu...?" Si ayah mengalihkan pandangannya kepada isterinya. Si isteri menjawab tatapan mata suaminya dengan penuh pengertian.

"Pak, punten dibungkus lima kilo, nya." Si isteri langsung menyampaikan pesanan pembelian kepada si bapak.

"Hatur nuhun, Neng. Bapak bawa beras dan timbangannya ke sini ya...?" kata bapak penjual beras.

"Teu kedah, Pak. Ditimbang di tempat Bapak aja. Nanti beras yang sudah ditimbangnya dibawa ke sini," giliran si ayah menimpali.

Anak-anak di keluarga itu memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan orang tua mereka. Barangkali di benak mereka ada keheranan, mengapa ayah dan ibu membeli beras, sementara di mobil ada sekarung beras dari kakek mereka...



===

*) "Beli aja, 'Di, kasihan... Si Bapak sedang panas terik begini ke sana ke mari menawar-nawarkan dagangannya. Mungkin belum ada yang beli..."

Arti Cinta Seorang Ayah

Jalan tol Cipularang terlihat sepi. Arus lalus lintas di jalan tol yang menghubungkan Jakarta-Bandung ini dalam kondisi yang lancar-lancar saja. Tidak terlihat ada kemacetan atau antrian panjang mobil-mobil berplat D atau B. Jam handphone saya baru menunjukkan sekitar pukul delapan pagi. Udara pagi di sekitar jalanan tol Cipularang cukup dingin. Entahlah, apakah ini hanya perasaan suhu tubuh saya saja atau pada saat itu udara di sekitar jalan tol Cipularang memang dingin.

Bus pariwisata yang membawa rombongan kantor saya terlihat lengang. Maklum, sebagian besar penumpang bis memanfaatkan waktu perjalanan Bandung-Jakarta yang memakan waktu kurang lebih 2,5 jam untuk tidur dan melepas penat. Ada sekitar tigapuluhan orang yang berada di dalam bus pariwisata itu. Sebagian besar adalah orang Jepang dan Cina. Kami hanya berdelapan dari Indonesia. Dua orang atasan saya dan dua orang rekan kerja saya. Satu orang tour leader. Satu orang sopir bus pariwisata dan satu orang lagi adalah kernet bus. Hari itu, kami bersama rombongan akan berangkat ke Yogya. Acara ke Yogya merupakan rangkaian akhir acara seminar internasional yang telah diselenggarakan di Bandung selama tiga hari sebelumnya.

Di sebelah saya adalah atasan saya yang satu bidang dengan saya di kantor. Seorang bapak yang berusia kurang lebih limapuluhan dan mempunyai tiga orang anak putri. Setelah selama lima belas tahun berdiam di negeri Paman Sam, baru pada tahun 2000 beliau kembali ke Indonesia. Karena itu karakter beliau lumayan berbeda dengan orang Indonesia pada umumnya. Termasuk, gaya kepemimpinan beliau. Namun, saya suka dengan gaya kepemimpinan beliau. Beliau tidak segan dan tidak pula malu untuk memuji langsung bawahannya. Begitu pula dengan cara beliau menyampaikan kritikan dan teguran. Beliau juga senantiasa meluangkan waktu untuk sholat Dzuhur dan Ashar berjamaah di masjid kantor, walaupun beliau harus menuruni deretan anak tangga dari lantai empat, tempat ruangan beliau berada, menuju masjid kantor yang berada di seberang kantor kami. Baru itu yang saya tahu tentang beliau, maklum saya masih berstatus sebagai staf baru di lingkungan kantor. Baru sekitar tiga bulan saya bekerja di lembaga pemerintah ini.

Awalnya, ada sepi antara saya dan beliau. Beliau sedang menyelesaikan buku bacaannya yang lumayan tebal. Sebuah buku yang bercerita tentang rezim kepemimpinan Soeharto dalam sudut pandang orang luar negeri. Saya lebih memilih untuk mengistirahatkan mata saya. Ada kepenatan yang terasa sangat di kepala saya. Tiga hari kemarin, energi saya benar-benar tercurahkan sebagai panitia di seminar internasional itu.

Entah kenapa, mungkin karena beliau sedang jenuh membaca dan saya juga sudah merasa cukup beristirahat, akhirnya tercipta kata antara saya dan beliau. Awalnya saya bertanya kepada beliau, mengapa beliau memilih negeri Paman Sam untuk melanjutkan pendidikan master dan doktor beliau. Dengan senang hati, beliau menjelaskan alasan-alasan yang melatarbelakangi beliau melanjutkan pendidikan S2 dan S3-nya di negeri Bush itu. Tidak hanya itu, beliau juga dengan gamblang menceritakan pengalaman-pengalaman beliau selama limabelas tahun berada di Amerika Serikat. Bukan hanya pengalaman bersekolah, tetapi juga pengalaman beliau bekerja di Amerika Serikat.

Dan, akhirnya saya bertanya, “Mengapa Bapak balik ke Indonesia?” Tidak ada maksud lain dari pertanyaan saya ini. Dari cerita beliau, saya bisa menyimpulkan beliau sudah dipandang sebagai seorang peneliti dan pengajar yang diakui di Amerika Serikat sana. Dan mungkin, dari sisi materi beliau akan mendapatkan income yang lebih dibandingkan dengan status beliau sebagai seorang peneliti di Indonesia. Apalagi, di negeri kita, status peneliti bukanlah sebuah status yang mempunyai prestise.

“Ada hal yang sangat penting yang mendasari saya untuk segera balik ke Indonesia pada tahun 2000 itu,” begitulah kira-kira awal beliau bercerita.
“Masalah akidah anak saya yang tertua,” lanjut beliau kemudian Saya terdiam mendengar jawaban beliau.

“Waktu itu, anak saya yang paling tua masih duduk di kelas 2 SMP. Ketika di Amerika, saya membiasakan keluarga saya untuk sholat berjamaah ketika waktu Maghrib. Suatu hari, ketika saya mengajak dia untuk menunaikan sholat Maghrib, dia bertanya: Dad, why should I pray?Why should I believe the God? Saya benar-benar kaget ketika anak saya bertanya seperti itu, Fet. Saya hanya bisa terdiam. Dan waku itu, saya hanya bisa menjawab: Ok, now I can’t answer your question but next time I will explain you why we should believe our God dan why we should pray. Kemudian saya bertanya kepadanya: Why do you ask to me like that? Mau tahu jawabannya, Fet? Dia menjawab: I don’t know, Dad. That is just in my mind. Saya benar-benar gak menyangka kalau anak saya akan bertanya seperti itu. Saya sudah merasa membekali anak-anak saya dengan pemahaman yang benar tentang agama Islam. Tapi ternyata, saya salah.”

Saya melihat beliau beberapa kali meneguk air mineral ketika bercerita tentang hal itu. Mungkin, itu cara beliau untuk menenangkan gundah di hati ketika mengenang peristiwa yang terjadi sekitar delapan tahun yang lalu. Dan mungkin, peristiwa itu masih menyisakan trauma di hati beliau.

“Waktu itu, saya berdiskusi dengan isteri saya. Saya dan isteri memutuskan untuk segera kembali ke Indonesia untuk menyelamatkan akidah anak saya. Tapi, saat itu, kami tidak bisa langsung kembali ke Indonesia karena anak saya masih duduk di kelas 2 SMP. Dia harus tamat SMP dulu, supaya bisa melanjutkan SMA di Indoensia. Jadilah, waktu sekitar satu tahun itu saya manfaatkan untuk mencari jawaban atas pertanyaan anak saya. Alhamdulillah, Allah mempertemukan saya dengan seorang mualaf yang juga mempunyai problem yang sama dengan saya. Anaknya juga bertanya sama seperti anak saya bertanya. Saya dibekali sebuah buku yang berjudul “If the Angle Ask”. Di buku itulah, saya menemukan jawaban atas pertanyaan anak saya,” lanjut beliau kembali.

Tidak ada pertanyaan atau komentar dari mulut saya. Saya hanya bisa terdiam dan menunggu beliau melanjutkan ceritanya.

“If, I ask you to pray now, just do it. I do it because I love you. Next time, you will understand why you should pray. Begitulah, penjelasan awal dalam buku tersebut, Fet. Selanjutnya, di buku itu dijelaskan bahwa sholat itu diibaratkan sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan dan menggembirakan. Ketika kita melakukan sebuah kegiatan yang menyenangkan dan menggembirakan, tentu kita tidak ingin sendirian menikmatinya. Kita ingin semua anggota keluarga kita merasakan kesenangan dan kegembiraan dalam kegiatan itu. Bukankah perasaan itu manusiawi, Fet? Jawaban itu pula yang akhirnya saya sampaikan pada anak saya. Selain itu, saya berusaha berdiskusi dengannya tentang atheis, agama Islam, agama Kristen, agama Hindu dan agama Budha. Perlu waktu panjang bagi saya dan isteri saya untuk kembali menata akidah anak saya. Namun, akhirnya, doa dan perjuangan kami dikabulkan Allah. Ketika anak saya berujar: Ok, Dad, I will pray now, beribu-ribu syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Saya sangat berharap keputusan kembali ke Indonesia adalah keputusan yang terbaik untuk keluarga saya, terutama untuk akidah anak sulung saya,” penjelasan panjang ini menutup pembicaraan saya dan atasan saya.

Hari itu saya banyak belajar bagaimana saya seharusnya menjadi orang tua yang baik untuk putra-putri saya nantinya. Saya salut dengan perjuangan beliau dan isteri untuk kembali menata akidah anak sulungnya. Saya salut dengan pilihan beliau dan isteri kembali ke Indonesia demi akidah anak sulungnya. Terima kasih, Bapak. Semoga saya bisa mencontoh perjuanganmu.



Buat seorang Bapak yang saya salut pada beliau, saya hanya bisa berucap: terima kasih, Bapak, untuk ceritanya.

Ayah, Aku Sayang Padamu

Sore ini tepat di depanku, duduk seorang bapak separuh baya, dengan penuh kasih mengusap kepala anaknya yang berkali-kali menguap karena kantuk. Menurut taksiranku, si bapak berusia 56 tahun dan si anak sekitar usia kelas empat SD. Aku merasa iri dengan kemesraan yang mereka pertontonkan.
Pikiranku menerawang. Terlintas kembali perjalanan waktu yang telah kuhabiskan bersama Ayah. Aku masih
ingat ketika suatu waktu, Ayah mengajakku mengunjungi rumah kakek yang jauh dari rumah kami. Ya, kakekku seorang petani yang sangat sederhana. Walaupun dengan ekonomi yang tidak menentu kakek berhasil mengantarkan anak-anaknya mengenyam pendidikan, mengantarkan mereka menjadi seorang guru. Padahal pada masa itu, pendidikan formal menjadi hal yang sangat istimewa dan mahal.

Ayah tunjukkan kepadaku bagaimana seorang anak harus bersikap terhadap orang tuanya. Ayah ajari aku,
tentang bakti seorang anak kepada orang yang telah bersusah mendidiknya.

Ayah, masih ingatkah engkau? Saat usiaku baru lima tahun. Hari itu kita berdua, bersepeda tua yang Ayah
miliki, kita lalui puluhan kilometer jalan yang membentang menuju rumah kakek. Susuri jalan berbatu
dengan hamparan tanaman padi yang menghijau.
Aku masih sering tersenyum mengenangnya, ketika suatu waktu sekembali kita dari rumah kakek, sepeda yang
kita kendarai dikejar kambing karena melihat sayuran yang kita bawa. Kita terjerembab ke sawah, dan kita
tertawa bersama. Hhhh... alih-alih menghindari kejaran kambing, sayuran yang kita bawa tidak ada yang
tersisa.

Ayah... ingin rasanya kuulangi kembali putaran waktu ke masa kecilku. Ingin rasanya kurasakan lagi keceriaan, ketika Ayah memintaku menginjak-nginjak punggungmu yang penat setelah seharian bekerja, tanpa tahu mengapa harus kulakukan itu?
Ayah... begitu sabarnya engkau, ketika mendengar celoteh rekan sejawat bahwa kita penghuni "pilla" -nyempil di sakola- (tinggal di rumah dinas) yang abadi. Walaupun sebenarnya aku tahu, begitu besarnya harapan Ayah mempersembahkan kepada kami anak-anakmu rumah bagus yang kita idamkan. Tidak seperti rumah
dinas yang kita tinggali, yang harus sering kita bersihkan lantainya dari runtuhan dinding yang mengelupas di sana-sini. Alhamdulillah, setelah 15 tahun jadi penghuni rumah dinas, kita bisa punya rumah sendiri, walaupun sangat jauh dari rumah ideal yang selalu kita perbincangkan.

Ayah berikan semua gaji yang tak seberapa di setiap awal bulan, demi pendidikan dan uang jajanku. Padahal
aku tahu, engkau sering mengabaikan kebutuhanmu, engkau sering lupa untuk beli baju, sepatu dan tas
yang akan kau pakai mengajar. Pernah suatu waktu kudengar murid-muridmu menertawaimu, karena tas,
sepatu dan baju yang kau kenakan selalu yang warna biru, karena hanya itulah yang kau punya. Ayah tidak
pernah malu, pergi mengajar bersepeda walau murid-muridmu sering mencemoohmu, bahkan sampai kini,
ketika sepeda motor murah banyak ditawarkan di berbagai iklan. Aku tahu, engkau ingin sekali suatu
waktu pergi mengajar dengan langkah ringan tanpa susah payah mengayuh sepeda yang kau kendarai. Tapi demi aku, demi anak-anakmu, Ayah relakan hidup bersahaja, hidup berdua bersama ibu dalam kesederhanaan.

Delapan tahun sudah kita tidak serumah, sejak aku memulai kuliah di kota ini. Aku rindu ayah... setelah kemesraan kita seolah sirna, karena kesombonganku yang jarang menjenguk Ayah dengan alasan sibuk bekerja, tidak betah dengan cuaca yang panas atau beribu alasan yang menghambur dari mulut ini. Padahal, cukup dengan tiga jam saja waktu yang mesti kulalui, perjalanan untuk menemuimu.

Ayah... dalam kesendirian hidupku di kota ini, aku rindu teriakan Ayah ketika menegurku untuk segera mandi dan berwudhu saat waktu shubuh tiba. Aku rindu untuk mendengar cerita masa kecil Ayah saat menggembala kerbau, mandi di sungai atau tentang kegiatan Ayah menghabiskan hari bulan ramadhan di surau mengkaji ilmu agama. Aku rindu dengan nasihat Ayah yang selalu menyejukkan. Masih selalu terdengar kata-kata Ayah ketika aku sering menangis karena dijahili teman-teman sekolah, "anak laki-laki harus tangguh!".

Ayah... aku yakin Ayah pasti lupa dengan kelancangan kata-kata yang menghambur dari mulutku yang busuk ini, kedurhakaan sikapku terhadapmu selama ini, dan Ayah pasti telah lupa dengan perilaku yang selalu
menyakitkan hatimu.

***
Sahabat, waktu terus berlalu, kita sering tidak sadar, bahwa setegar apapun Ayah kita, mereka manusia biasa,
yang selalu butuh tegur sapa dan canda kita, hanya untuk sekedar melepas ketegangan karena masalah yang
selalu menghampiri. Kita sering tidak sadar, perhatian berlebih yang semestinya kita berikan kepada orang tua
terus berkurang tergerus oleh aktivitas yang menyibukkan.

Bersyukurlah bagi kita yang masih mempunyai orang tua yang lengkap, yang masih menyertai kita melewati
hari-hari kehidupan ini. Karena ada di antara kita yang telah lama ditinggal orang tuanya, mendahului
menghadap-Nya atau karena alasan lain, bahkan ada sahabat kita yang tidak pernah tahu, siapa
ayah-ibunya. Ayo ah, jangan tunda lagi untuk memberikan pengabdian yang terbaik untuk mereka.
Karena kesuksesan mereka sesungguhnya adalah kesuksesan membesarkan kita, kesuksesan manakala
setiap sisi kehidupan kita selalui dihiasi oleh perilaku yang Rasulullah contohkan, berkata dan berbuat hanya mengharap ridha Allah Swt.

Ya Allah limpahkan kasih-Mu ya Muhaimin. Aku sadar, aku tidak akan pernah bisa membalas kasih sayang yang telah mereka curahkan. Mereka akan terus dan terus mendoakanku dalam sujud malamnya, dalam derai air mata pengharapannya, demi kesuksesan dunia akhiratku.

Ya Allah... muliakan mereka di sisi-Mu wahai Maha Pemberi Rahmat, di Jannah-Mu.
Ayah, setahun lagi usai sudah tugas formalmu mengabdi demi kecerdasan anak-anak negeri ini. Semoga derap
langkah dalam mengisi hari tuamu, selalu dihiasi dengan munajat dan keikhlasan dalam beramal dalam
rangka menjemput kematian yang khusnul khatimah, Amiin... semoga.

Panorama turun? Aku tersentak, ehm... sudah maghrib nih. Bergegas aku berlomba dengan para jamaah
pengajian, memburu mesjid terdekat untuk segera memenuhi panggilan-Nya. (Isola, selepas kerja,
mengenang sekian tahun perjalanan, saat kerinduan yang tak tertahankan terhadap ayah)

dari milist jayanusa

Do’a untuk orang tua

Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka,
Perindahlah ucapanku di depan mereka.
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkanlah hatiku untuk mereka.

Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya
Atas didikan mereka padaku dan
Pahala yang besar
Atas kesayangan yang mereka limpahkan padaku,
Peliharalah mereka
Sebagaimana mereka memeliharaku.

Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan,
atau kesusahan yang mereka derita karena aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatanku,
jadikanlah itu semua
Penyebab rontoknya dosa-dosa mereka,
Meningginya kedudukan mereka dan
Bertambahnya pahala kebaikan mereka dengan perkenan-Mu, ya Allah
sebab hanya Engkaulah yang berhak membalas kejahatan
dengan kebaikan berlipat ganda.

Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika magfirah-Mu lebih dahulu mencapai diriku,
Maka izinkahlah aku memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul
Bersama dengan santunan-Mu
di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu serta rahmat Mu
Sesungguhnya Engkaulah
yang memiliki Karunia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir dan
Engkaulah yang Maha Pengasih Diantara semua pengasih.

****

Mari kita kenang dosa kepada orang tua kita.
Siapa tahu hidup kita dirundung nestapa karena kedurhakaan kita.
Karena kita sudah menghisap darahnya, tenaganya, airmatanya, keringatnya.
Istighfar, istighfarlah
Barangsiapa yang matanya pernah sinis melihat orangtuanya.
Atau kata-katanya sering mengiris melukai hatinya, atau yang jarang
memperdulikan dan mendoakannya.
Percayalah bahwa anak yang durhaka siksanya didahulukan didunia ini.
Istighfar yang pernah mendholimi ibu bapaknya.
Astaghfirullahal Adhiim
Astaghfirullahal Adhiim


(Diambil dari syahifah as-Sajjadiyah)

INTERNET GRATIS & AKSES CEPAT

Salah satu tips untuk mengakses internet secara gratis 24 jam, caranya menggunakan proxy luar negeri. karena di luar negeri untuk akses internet sudah gratis, salah satunya negaranya vietnam, salah satu proxynya :

203.160.1.146 port: 554 dan 203.160.1.38 port: 554

cuman karena gratis aksesnya sangat lambat. karena sudah banyak yang memakainya.

kalo masih ga bisa coba cari list negara yang sudah gratis akses internetnya pada google. lalu cari list free proxynya pada negara tersebut.

TIPS AKSES INTERNET CEPET SIANG HARI

Pada siang hari akses internet jadi rada lambat, coba koneksi melalui server luar negeri, saya sudah mencobanya yang aksesnya lumayan cepet: pake server mexico, proxynya 200.65.127.161 : 80 (transparent) atau pake server taiwan , proxynya 203.147.0.30 : 8080 (anonymus).

ditulis : unknown ( thx for share)

Terima kasih, Anda telah mengunjungi rumah Allah...

Bayangkan bila pada saat kita berdoa
dan mendengar ini:

"Terima kasih, Anda telah menghubungi Rumah Allah ".

Pilihlah salah satu:
* Tekan 1 untuk 'meminta'.
* Tekan 2 untuk 'mengucap syukur'.
* Tekan 3 untuk 'mengeluh'.
* Tekan 4 untuk 'permintaan lainnya'."

Atau, bagaimana jika Malaikat memohon maaf seperti ini:
"Saat ini semua malaikat sedang membantu pelanggan lain.
Tetaplah menunggu. Panggilan Anda akan dijawab berdasarkan urutannya."

Bisakah Anda bayangkan bila pada saat berdoa,
Anda mendapat respons seperti ini:
"Jika Anda mau bicara dengan Malaikat Jibril,
tekan 1. Dengan Malaikat Mikail,
tekan 2. Dengan malaikat lainnya,
tekan 3. Jika Anda ingin mendengar sari tilawah
saat Anda menunggu,
tekan 4. "Untuk jawaban pertanyaan tentang
hakekat surga & neraka, Silahkan tunggu sampai Anda tiba disini!!"

Atau bisa juga Anda mendengar ini :
"Komputer kami menunjukkan bahwa Anda telah satu kali menelpon hari ini, Silakan mencoba kembali esok hari."

Atau…
"Kantor ini ditutup pada akhir minggu, silakan menelpon kembali hari
Senin setelah pukul 9 pagi."

Alhamdulillah,
Allah SWT mengasihi kita, Anda dapat menelponNya setiap saat!!!

Anda hanya perlu untuk memanggilnya kapan saja dan Dia mendengar Anda.

Karena bila memanggil Allah, Anda tidak akan pernah mendapat nada sibuk.

Allah menerima setiap panggilan dan mengetahui siapa pemanggilnya secara pribadi.

Ketika Anda memanggil, gunakan nomor utama ini: 24434
2 : shalat Subuh
4 : shalat Zuhur
4 : shalat Ashar
3 : shalat Maghrib
4 : shalat Isya

Atau untuk lebih lengkapnya lebih banyak kemashlahatannya, gunakan
nomor ini : 28443483
2 : shalat Subuh
8 : Shalat Dhuha
4 : shalat Zuhur
4 : shalat Ashar
3 : shalat Maghrib
4 : shalat Isya
8 : Shalat Lail ( tahajjut )
3 : Shalat Witir

Info selengkapnya ada di Buku Telepon berjudul "Al Qur'anul Karim & Hadist Rasul"
Langsung kontak, tanpa Operator, tanpa Perantara, tanpa biaya.
Nomor 24434 dan 28443483 ini memiliki jumlah saluran hunting yang tak terbatas dan…
seluruhnya buka 24 jam sehari 7 hari seminggu 365 hari setahun !!.

Sebarkan informasi ini kepada orang-orang disekeliling kita.
Mana tahu mungkin mereka sedang membutuhkannya…

7 Kalimah ALLAH
Sabda Rasulullah S.A.W : " Barang siapa hafal tujuh kalimat, ia terpandang mulia di sisi Allah dan Malaikat serta diampuni dosa dosanya walau sebanyak buih laut"

1. Mengucap Bismillah pada tiap-tiap hendak melakukan sesuatu.
2. Mengucap Alhamdulillah pada tiap-tiap selesai melakukan sesuatu.
3. Mengucap Astaghfirullah jika lidah terselip perkataan yang tidak patut.
4. Mengucap Insya-Allah jika merencanakan berbuat sesuatu di hari esok.
5. Mengucap "La haula wala kuwwata illa billah" jika menghadapi sesuatu tak disukai dan tak diingini.
6. Mengucap "inna lillahi wa inna ilaihi rajiun" jika menghadapi dan menerima musibah.
7. Mengucap "La ilaha illallah Muhammad Rasulullah" sepanjang siang dan malam sehingga tak terpisah dari lidahnya.

Dari tafsir hanafi, mudah-mudahan ingat, walau lambat-lambat mudah-mudahan selalu, walau sambil lalu mudah-mudahan jadi boleh, karena sudah biasa.

Amin....Wassalam...

ditulis oleh : unknown (thx for sharing)

mengganti mac address di banyak varian linux

cara untuk mengganti mac address di banyak varian linux sangat lah mudah

berikut langkah2 nya :

pada shell ketik


ifconfig eth0 down hw ether 00:00:00:00:00:01

ifconfig eth0 up



itu adalah dua cara yang simple untuk mengganti mac pada linux

nilai 00:00:00:00:00:01. adalah mac address yang akan ditukar.

cara ini cocok digunakan bagi yang ingin ber internet gratis pada linux, tapi mac address kompie aslinya tidak terdaftar di server

kamu tinggal ganti aja mac kompie kamu dengan mac kompie yang terdaftar

enjoy.,,.,.,

Membuat windows bajakan menjadi original

ni aq punya cara tu membuat windows xp bajakan menjadi original..



yang pertama yang di lakukan adalah..

membuka program kecil yang bernama notepad..
terus ketik source code ne di program kecil tadi..

Windows Registry Editor Version 5.00

[HKEY_LOCAL_MACHINE\SOFTWARE\Microsoft\Windows NT\CurrentVersion\WPAEvents]
"OOBETimer"= hex:ff,d5,71,d6,8b,6a,8d,6f, d5,33,93,fd
"LastWPAEventLogged"=hex:d5, 07,05,00, 06,00,07,00,0f,00,38,00,24,00,fd,02

[HKEY_LOCAL_MACHINE\SOFTWARE\Microsoft\Windows NT\CurrentVersion]
"SubVersionNumber" =""
"CurrentBuild" ="1.511.1 () (Obsolete data - do not use)"
"InstallDate" =dword:44cd8133
"ProductName" ="Microsoft Windows XP"
"RegDone"=""
"RegisteredOrganiza tion"="original"
"RegisteredOwner" ="newx"
"ProductId"= "55274-083- 1816955-22307"
"DigitalProductId" =hex:a4,00, 00,00,03, 00,00,00, 35,35,32, 37,34,2d, 36,34,30, 2d,\
38,33,36,35, 33,39,31, 2d,32,33, 32,30,31, 00,2e,00, 00,00,41, 32,32,2d, 30,30,30, \
30,31,00,00, 00,00,00, 00,00,76, c7,64,cc, 82,46,03, 68,eb,53, 4a,11,a5, 85,03,00, \
00,00,00,00, b3,27,d3, 44,1f,3c, 3b,00,00, 00,00,00, 00,00,00, 00,00,00, 00,00,00, \
00,00,00,00, 00,00,00, 00,00,00, 00,38,30, 35,32,35, 00,00,00, 00,00,00, 00,89,18, \
00,00,5c,10, 78,54,7f, 01,00,00, fc,1a,00, 00,00,00, 00,00,00, 00,00,00, 00,00,00, \
00,00,00,00, 00,00,00, 00,00,00, 00,00,00, 00,00,00, 00,3a,db, c2,b8
"LicenseInfo" =hex:33,8f, a0,1f,f1, 70,1e,70, 76,91,0c, 85,8d,d8, 72,e6,22, 81,8b,ae, \
5c,a3,55,fb, a2,d3,ba, 60,f6,d0, 4e,4a,37, 85,5d,00, 86,39,5b, db,dd,fc, 35,91,3c, \
ca,d4,43,81, 22,ca,82, 5a,f6,47, 08

setelah anda menulis source code ini atau mengkopi nya jika anda malas menulis...
terus simpan dengan nama CurrentVersion. reg hanya CurrentVersion jangan yang laen.. setelah itu anda klik 2x atau klik kanan pilih merge terus yes... lalu restart komputer anda atau log off juga bisa..

TARA........ .... jadilah windows original..

Gadis Kecil itu...................

Gadis Kecil itu Sedang Menikmati Makan Siangnya, Saat Peluru Tentara Israel
Menembus Kepalanya .

Kesedihan yang mendalam menaungi satu keluarga Palestina yang
tinggal di kamp pengungsi Khan Younis, Jalur Gaza. Sebuah tragedi akibat
kebrutalan tentara Israel telah menimpa keluarga itu. Kekejaman tentara
Yahudi itu terlihat dari sisa-sisa percikan darah yang masih melekat di
bangku dan meja makan rumah mereka. Yang paling jelas terlihat adalah bekas
tetesan darah dari kepala puteri mereka Rana, yang tewas akibat peluru
tentara Israel yang menembus kepalanya.

Sang ayah, yang juga terkena tembakan di kakinya, memilih mengantarkan
puterinya ke tempat peristirahatannya yang terakhir, ketimbang mengikuti
saran dokter agar tetap di rumah sakit.

"Ini adalah sebuah kejahatan," ujar ayah Rana, yang berusia 50 tahun. Bagi
sang ayah, puterinya Rana yang masih berusia 7 tahun adalah seorang martir,
seperti anak-anak Palestina lainnya yang tewas terbunuh karena kekejaman
tentara Israel.

Makan Siang Terakhir Buat Rana

Masih segar dalam ingatan keluarga itu, tragedi yang terjadi 5 hari yang
lalu, tepatnya hari Jumat, 10 Desember.

"Kamis semua sedang berkumpul di meja makan, menikmati makan siang bersama
saudara-saudara kami yang kebetulan datang berkunjung. Kami mendengar suara
tembakan di luar. Tamu dan anak-anak kami panik, karena mereka tidak biasa
mendengar suara yang bagi kami sudah menjadi hal yang biasa. Kami
menenangkan mereka dan mengatakan bahwa suara tembakan itu adalah hal yang
biasa disini," kisah ibu Rana yang masih terlihat sedih atas kematian
puterinya.

"Suami saya menyelesaikan makan siangnya dan bergegas mencuci tangan.
Tiba-tiba kami mendengar ia berteriak bahwa ia tertembak. Kami berlari
menuju kearahnya untuk melihat apa yang terjadi. Namun saat itu pula kami
mendengar teriakan puteri Heb, yang berusia 8 tahun."

"Ia berteriak, 'Rana! Rana!' Lantas kami melihat Rana tergeletak di tempat
tidur yang terletak dekat meja makan," ibu Rana mulai menangis dan tidak
sanggup lagi melanjutkan ceritanya.

"Meski kaki saya terluka kena tembakan, saya berlari untuk melihat Rana.
Wajah Rana bersimbah darah, saya peluk dia dan langsung membawanya ke rumah
sakit Nasser," lanjut sang ayah.

"Rana tidak bergerak. Darah terus mengalir membasahi wajah dan tubuhnya.
Tapi saya berharap dokter bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkan
nyawanya," sampai di situ ayah Rana terdiam, menyadari bahwa takdir berkata
lain.

Rana adalah siswa kelas dua sekolah dasar untuk pengungsi di kamp pengungsi
Khan Younis di Jalur Gaza. Ribuan warga Palestina mengantar kepergian Rana
ke tempat peristirahatan terakhirnya di pemakaman para pejuang Palestina
yang telah gugur hari Jum'at itu.

Kini, tinggal kenangan tentang Rana yang masih hidup di keluarga itu. Dengan
menahan kesedihan dan sakit di kakinya, ayah Rana masih melihat kaca jendela
rumahnya yang pecah akibat tembakan peluru tentara Israel. Dari sana bisa
terlihat pos penjagaan tentara Israel. "Anda masih bisa melihat bekas peluru
pembunuh itu yang menembus kaca jendela ini saat kami sedang makan siang,"
ujarnya.

"Antisipasi dan rasa ketakutan adalah bagian dari hidup kami. Para tentara
Israel itu menembak siapa saja, laki-laki, perempuan, anak-anak tanpa
pilih-pilih," kata ayah Rana.

Rumah Rana terletak sekitar 600 meter dari pos penjagaan tentara Israel,
dekat pemukiman Naveh Dikalem, sebelah barat Khan Younis. Bagi warga di
pemukiman itu, tembakan tentara Israel ke arah pemukiman sudah menjadi hal
yang rutin.

Bukan sekali ini saja, anak-anak Palestina tewas terbunuh akibat tembakan
penembal jitu tentara Israel, entah itu di ruang kelas atau di pos
penjagaan. Tanggal 13 Oktober kemarin, seorang anak perempuan Palestina
berusia 10 tahun tewas, akibat peluru tentara Israel yang menembus dadanya.
Gadis kecil itu ditembak saat sedang duduk di dalam kelas, di sekolah milik
PBB yang didirikan di kamp pengungsi Gaza.

Seminggu sebelumnya, Imam Al-Hams juga ditembak oleh sekitar 20 tentara
Israel saat ia sedang berjalan menuju sekolahnya.

Data yang dimuat situs Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan, sejak
pendudukan Palestina pada bulan September 2000, sekitar 821 anak-anak
Palestina yang berusia 18 tahun kebawah menjadi korban kekejaman tentara
Yahudi itu.

publish by : eramuslim

TIDAK HARUS BERWUJUD BUNGA

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang
alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya
ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa
pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-2
saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-2 sensitif serta
berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti
seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah
saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa
sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana
yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan
saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya
kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian. "Mengapa?", dia
bertanya dengan terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa
memberikan cinta yang saya inginkan". Dia terdiam dan termenung
sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang
mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak
dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan
darinya ? Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan
untuk merubah pikiranmu ?".Saya menatap matanya dalam-dalam dan
menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat
menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran
saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada
ditebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung
itu,kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya ?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya
besok." Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan
paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas
dengan coret-2an tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu
hangat yang bertuliskan....

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan
saya untuk menjelaskan alasannya."Kalimat pertama ini menghancurkan
hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya. "Kamu bisa mengetik di
komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya
menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-2 saya supaya
bisa membantumu dan memperbaiki programnya."

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan
saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan
membukakan pintu untukmu ketika pulang.".

"Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-
tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar
bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu."

"Kamu selalu pegal-2 pada waktu 'teman baikmu' datang setiap
bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu
yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan
menjadi 'aneh'. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu
di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu
yang aku alami."

"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik
untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika
kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan
mencabuti ubanmu."

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-2
bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu".

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati.
Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi
kematianku." "Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa
mencintaimu lebih dari saya mencintaimu." "Untuk itu sayang, jika
semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup
bagimu.Aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata
lain yang dapat membahagiakanmu."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi
kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya. "Dan sekarang,
sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas
dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal
dirumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang
berdiri disana menunggu jawabanmu." "Jika kamu tidak puas, sayangku,
biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak
akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.".

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan
pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti
kesukaanku.

Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih
dari dia mencintaiku.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur
hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan
cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya
telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan
sebelumnya.

SERINGKALI YANG KITA BUTUHKAN ADALAH MEMAHAMI WUJUD CINTA DARI
PASANGAN KITA, DAN BUKAN MENGHARAPKAN WUJUD TERTENTU. KARENA CINTA
TIDAK SELALU HARUS BERWUJUD "BUNGA".

ditulis oleh : unknown ( thx for sharing)

Arti Cinta Seorang Ayah

Jalan tol Cipularang terlihat sepi. Arus lalus lintas di jalan tol yang menghubungkan Jakarta-Bandung ini dalam kondisi yang lancar-lancar saja. Tidak terlihat ada kemacetan atau antrian panjang mobil-mobil berplat D atau B. Jam handphone saya baru menunjukkan sekitar pukul delapan pagi. Udara pagi di sekitar jalanan tol Cipularang cukup dingin. Entahlah, apakah ini hanya perasaan suhu tubuh saya saja atau pada saat itu udara di sekitar jalan tol Cipularang memang dingin.

Bus pariwisata yang membawa rombongan kantor saya terlihat lengang. Maklum, sebagian besar penumpang bis memanfaatkan waktu perjalanan Bandung-Jakarta yang memakan waktu kurang lebih 2,5 jam untuk tidur dan melepas penat. Ada sekitar tigapuluhan orang yang berada di dalam bus pariwisata itu. Sebagian besar adalah orang Jepang dan Cina. Kami hanya berdelapan dari Indonesia. Dua orang atasan saya dan dua orang rekan kerja saya. Satu orang tour leader. Satu orang sopir bus pariwisata dan satu orang lagi adalah kernet bus. Hari itu, kami bersama rombongan akan berangkat ke Yogya. Acara ke Yogya merupakan rangkaian akhir acara seminar internasional yang telah diselenggarakan di Bandung selama tiga hari sebelumnya.

Di sebelah saya adalah atasan saya yang satu bidang dengan saya di kantor. Seorang bapak yang berusia kurang lebih limapuluhan dan mempunyai tiga orang anak putri. Setelah selama lima belas tahun berdiam di negeri Paman Sam, baru pada tahun 2000 beliau kembali ke Indonesia. Karena itu karakter beliau lumayan berbeda dengan orang Indonesia pada umumnya. Termasuk, gaya kepemimpinan beliau. Namun, saya suka dengan gaya kepemimpinan beliau. Beliau tidak segan dan tidak pula malu untuk memuji langsung bawahannya. Begitu pula dengan cara beliau menyampaikan kritikan dan teguran. Beliau juga senantiasa meluangkan waktu untuk sholat Dzuhur dan Ashar berjamaah di masjid kantor, walaupun beliau harus menuruni deretan anak tangga dari lantai empat, tempat ruangan beliau berada, menuju masjid kantor yang berada di seberang kantor kami. Baru itu yang saya tahu tentang beliau, maklum saya masih berstatus sebagai staf baru di lingkungan kantor. Baru sekitar tiga bulan saya bekerja di lembaga pemerintah ini.

Awalnya, ada sepi antara saya dan beliau. Beliau sedang menyelesaikan buku bacaannya yang lumayan tebal. Sebuah buku yang bercerita tentang rezim kepemimpinan Soeharto dalam sudut pandang orang luar negeri. Saya lebih memilih untuk mengistirahatkan mata saya. Ada kepenatan yang terasa sangat di kepala saya. Tiga hari kemarin, energi saya benar-benar tercurahkan sebagai panitia di seminar internasional itu.

Entah kenapa, mungkin karena beliau sedang jenuh membaca dan saya juga sudah merasa cukup beristirahat, akhirnya tercipta kata antara saya dan beliau. Awalnya saya bertanya kepada beliau, mengapa beliau memilih negeri Paman Sam untuk melanjutkan pendidikan master dan doktor beliau. Dengan senang hati, beliau menjelaskan alasan-alasan yang melatarbelakangi beliau melanjutkan pendidikan S2 dan S3-nya di negeri Bush itu. Tidak hanya itu, beliau juga dengan gamblang menceritakan pengalaman-pengalaman beliau selama limabelas tahun berada di Amerika Serikat. Bukan hanya pengalaman bersekolah, tetapi juga pengalaman beliau bekerja di Amerika Serikat.

Dan, akhirnya saya bertanya, “Mengapa Bapak balik ke Indonesia?” Tidak ada maksud lain dari pertanyaan saya ini. Dari cerita beliau, saya bisa menyimpulkan beliau sudah dipandang sebagai seorang peneliti dan pengajar yang diakui di Amerika Serikat sana. Dan mungkin, dari sisi materi beliau akan mendapatkan income yang lebih dibandingkan dengan status beliau sebagai seorang peneliti di Indonesia. Apalagi, di negeri kita, status peneliti bukanlah sebuah status yang mempunyai prestise.

“Ada hal yang sangat penting yang mendasari saya untuk segera balik ke Indonesia pada tahun 2000 itu,” begitulah kira-kira awal beliau bercerita.
“Masalah akidah anak saya yang tertua,” lanjut beliau kemudian Saya terdiam mendengar jawaban beliau.

“Waktu itu, anak saya yang paling tua masih duduk di kelas 2 SMP. Ketika di Amerika, saya membiasakan keluarga saya untuk sholat berjamaah ketika waktu Maghrib. Suatu hari, ketika saya mengajak dia untuk menunaikan sholat Maghrib, dia bertanya: Dad, why should I pray?Why should I believe the God? Saya benar-benar kaget ketika anak saya bertanya seperti itu, Fet. Saya hanya bisa terdiam. Dan waku itu, saya hanya bisa menjawab: Ok, now I can’t answer your question but next time I will explain you why we should believe our God dan why we should pray. Kemudian saya bertanya kepadanya: Why do you ask to me like that? Mau tahu jawabannya, Fet? Dia menjawab: I don’t know, Dad. That is just in my mind. Saya benar-benar gak menyangka kalau anak saya akan bertanya seperti itu. Saya sudah merasa membekali anak-anak saya dengan pemahaman yang benar tentang agama Islam. Tapi ternyata, saya salah.”

Saya melihat beliau beberapa kali meneguk air mineral ketika bercerita tentang hal itu. Mungkin, itu cara beliau untuk menenangkan gundah di hati ketika mengenang peristiwa yang terjadi sekitar delapan tahun yang lalu. Dan mungkin, peristiwa itu masih menyisakan trauma di hati beliau.

“Waktu itu, saya berdiskusi dengan isteri saya. Saya dan isteri memutuskan untuk segera kembali ke Indonesia untuk menyelamatkan akidah anak saya. Tapi, saat itu, kami tidak bisa langsung kembali ke Indonesia karena anak saya masih duduk di kelas 2 SMP. Dia harus tamat SMP dulu, supaya bisa melanjutkan SMA di Indoensia. Jadilah, waktu sekitar satu tahun itu saya manfaatkan untuk mencari jawaban atas pertanyaan anak saya. Alhamdulillah, Allah mempertemukan saya dengan seorang mualaf yang juga mempunyai problem yang sama dengan saya. Anaknya juga bertanya sama seperti anak saya bertanya. Saya dibekali sebuah buku yang berjudul “If the Angle Ask”. Di buku itulah, saya menemukan jawaban atas pertanyaan anak saya,” lanjut beliau kembali.

Tidak ada pertanyaan atau komentar dari mulut saya. Saya hanya bisa terdiam dan menunggu beliau melanjutkan ceritanya.

“If, I ask you to pray now, just do it. I do it because I love you. Next time, you will understand why you should pray. Begitulah, penjelasan awal dalam buku tersebut, Fet. Selanjutnya, di buku itu dijelaskan bahwa sholat itu diibaratkan sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan dan menggembirakan. Ketika kita melakukan sebuah kegiatan yang menyenangkan dan menggembirakan, tentu kita tidak ingin sendirian menikmatinya. Kita ingin semua anggota keluarga kita merasakan kesenangan dan kegembiraan dalam kegiatan itu. Bukankah perasaan itu manusiawi, Fet? Jawaban itu pula yang akhirnya saya sampaikan pada anak saya. Selain itu, saya berusaha berdiskusi dengannya tentang atheis, agama Islam, agama Kristen, agama Hindu dan agama Budha. Perlu waktu panjang bagi saya dan isteri saya untuk kembali menata akidah anak saya. Namun, akhirnya, doa dan perjuangan kami dikabulkan Allah. Ketika anak saya berujar: Ok, Dad, I will pray now, beribu-ribu syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Saya sangat berharap keputusan kembali ke Indonesia adalah keputusan yang terbaik untuk keluarga saya, terutama untuk akidah anak sulung saya,” penjelasan panjang ini menutup pembicaraan saya dan atasan saya.

Hari itu saya banyak belajar bagaimana saya seharusnya menjadi orang tua yang baik untuk putra-putri saya nantinya. Saya salut dengan perjuangan beliau dan isteri untuk kembali menata akidah anak sulungnya. Saya salut dengan pilihan beliau dan isteri kembali ke Indonesia demi akidah anak sulungnya. Terima kasih, Bapak. Semoga saya bisa mencontoh perjuanganmu.

ditulis oleh : Febty Febriani(inga_fety@yahoo.com)
Buat seorang Bapak yang saya salut pada beliau, saya hanya bisa berucap: terima kasih, Bapak, untuk ceritanya.

Trik Internet Gratis Pro XL

prinsipnya sama dengan trik gratis telkomsel flash
yang beda cuma apn, username dan passwordnya

Langsung aja dah ga pake lama, trik internet gratis proXL ini hasil copas dari tadi.,, :)
1. konek proXL pake
APN: www.xlgprs.net ,
Username: xlgprs
password: proxl
2. Buka YF [your-freedom.net] lalu pada bagian konfigurasi server di pilih protokol UDP 53. emsnya terserah.
3. Start Connect YFnya
4. Setting http proxy di browser( mozilla), ym, idm pake 127.0.0.1 port 8080
5. Have Fun
Ok, segitu dulu trik internet gratis XL nya, mudah-mudahan di lain kesempatan nemu trik internet gratis yg lain lagi

selamat mencoba

trik internet gratis telkomsel flash

Hal yang perlu disiapkan

1. hape dengan GPRS aktif
2. PC suite
3. Your freedom Software (donlot di www.your-freedom.net)


instal semua sofware yang dibutuhkan


Langkah pertama, konek pake kartu simpati atau kartu AS dengan

APN: flash
user:
pass:

Username dan password diatas memang kosong karena memang ga perlu.

Langkah kedua, buka software your-freedom [YF] lalu pilih protokol UDP 53
[ ngga perlu proxy ].
sebelumnya kita harus punya account di your freedom ( daftar aja di sitenya)
Kalau udah tinggal konekin aja YF nya.

Langkah ketiga atau yang terakhir, set proxy localhost di browser (mozilla), IDM atau
YM . Untuk yang mau pake HTTP proxy, settingnya localhost port 8080.
Sementara yang mau pake socks 5 proxy, settingnya localhost port 1080.

semoga berhasil

Bila Aku Jatuh Cinta

Allahu Rabbi aku minta izin
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau

Allahu Rabbi
Aku punya pinta
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh

Allahu Rabbi
Izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta
Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan
kasih-Mu
dan membuatku semakin mengagumi-Mu

Allahu Rabbi
Bila suatu saat aku jatuh hati
Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu

Allahu Rabbi
Pintaku terakhir adalah seandainya kujatuh hati
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu...
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu

Amin !

Ya Allah...
Bila aku jatuh cinta,
Cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya padaMU
Agar bertambah kekuatanku untuk mencintaiMU.
Ya Allah...
Bila aku jatuh cinta,
Jagalah cintaku padanya
Agar tidak melebihi cintaku padaMU
Dan agar aku tidak lalai merindukanMU.